Kamis, 23 Februari 2017

BERTAHAN DALAM TEKANAN : Kader Desa GSC Tetap Berjuang.

Kiri :  Maria Ulahayanan, Kanan : Rufina Sangur

Maria Ulahayanan (56 Tahun) dan Rufina Sangur (65 Tahun) adalah pelaku GSC yang dipilih sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Ohoi (KPMO/KPMD)  di Desa Erlarang Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara. Mereka adalah sosok inspiratif dan juga penggerak program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) sejak tahun 2012 dengan Insentif yang didapat sampai tahun 2014 sebesar Rp 60.000 dari Program GSC. Meskipun tinggal di daerah ekstrim dan hanya diberi honor yang cukup kecil, namun tidak mengurangi semangat mereka untuk tetap berjuang, bekerja keras demi kepentingan masyarakat miskin di Ohoi Erlarang.

Erlarang adalah salah satu Ohoi/Desa yang berada di kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Desa ini membawahi 8 Dusun yaitu Dusun Wakol, Ngurdu, Soinrat, Bombay, Ngat, Watsin, Sirbante, Wearmaf, dengan kondisi geografis yang cukup luas dan ekstrim, serta tidak didukung dengan akses jalan yang kurang baik.

Intervensi GSC pada Desa Erlarang semenjak 2012 hanya mengikutsertakan 7 Dusun saja, Sedangkan Dusun Soinrat tidak berpartisipasi dan menolak Program GSC.

Mendapat Tekanan di Tahun Pertama
Semenjak berproses dari tahun 2012 sampai 2014, pelaku KPMO  Erlarang memiliki semangat dan kepedulian yang sangat luar biasa. Peduli, pantang menyerah dan kerja keras dalam memperjuangkan program GSC untuk dapat memuhi kebutuhan masyarakat miskin.

Menurut pengakuan Ibu Uluhayanan dan Ibu Sangur, bahwa selama berproses dengan GSC, mereka melakukannya dengan segala kekurangan bahkan kerterbatasan pengetahuan tentang program, namun dengan keyakinan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan masayarakat miskin di desa, mereka harus belajar dan bekerja keras.

Kami melakukan pengambilan data sasaran (form 2), memfasilitasi penggalian gagasan, dengan berjalan kaki dari Dusun ke Dusun dengan jangkauan yang cukup jauh, naik gunung turun gunung tanpa bermodalkan biaya transportasi dan biaya makan minum”, ungkap salah satu KPMO.

Dalam lanjutannya, mereka mengenang saat ditahun 2012, ketika mereka berupaya agar semua dusun di Desa Erlarang dapat masuk dalam Program GSC, namun hanya 7 Dusun saja yang ikut berpartisipasi.
Upaya untuk semua Dusun berpartisipasi di tahun pertama 2012 sering mendapat tantangan misalnya di Dusun Ngurdu yang kondisinya tidak kondusif karena hubungan antara Para Kader Posyandu dengan Kepala Dusun tidak harmonis,  akan tetapi selaku KPMO mereka tetap sabar dan terus berjuang dalam mensosialisasikan program GSC .

Hal yang sama juga dialami di Dusun Soinrat, ketika bertemu dengan Kepala Dusun dan para Kader Posyandu untuk melakukan pengambilan data, justru Kepala Dusun Soinrat melakukan penolakan karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang program, namun kedua KPMO tersebut, terus memberikan pemahaman bahwa tujuan Program GSC adalah mencerdaskan anak bangsa, serta memberdayakan masyarakat miskin melalui kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi Kepala Dusun tidak menggubris penyampaian mereka sehingga Dusun Soinrat tidak ikut berpartisipasi dalam Program GSC di Tahun 2012.

GSC Memberikan Bukti Nyata
Memasuki Tahun Anggaran 2013, setelah melihat perkembangan dengan adanya program GSC, Dusun Soinrat yang awalnya menolak untuk berpartisipasi, akhirnya mulai menyadari betapa pentingnya Program GSC bagi masyarakat miskin.

Dua KPMO Erlarang Ibu Uluhayanan dan Ibu Sangur  pun mulai  berproses lagi sesuai tahapan yaitu memfasilitasi Tahapan dan berjuang dalam melakukan pengambilan data sasaran dengan berjalan kaki naik gunung turun gunung, kedatangan mereka disambut baik oleh Kepala Dusun, kader posyandu dan masyarakat. Sehingga ditahun 2013 -2014 GSC sudah bisa mengintervensi 8 dusun tersebut.

Namun,  memasuki Tahun 2015 semua Dusun manjadi Desa Defenitif, sehingga masing-masing Desa menjadi mandiri dan memiliki Pelaku sendiri, mereka pun berproses dalam Program GSC mengurusi Desa masing-masing.

Mendapat Tekanan Dari Keluarga
Mereka tidak hanya di perhadapkan dengan masalah di tengah masyarakat, namun juga mendapat cercaan dari para Suami karena dianggap tidak bisa mengurusi keluarga dan lebih banyak meluangkan waktu diluar. Padahal apa yang dilakukan Ibu Uluhayanan dan Ibu Sangur adalah semata untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat miskin.

Meskipun sering mendapat tekanan dari pihak keluarga, namun mereka hadapi dengan sabar, dan terus memberikan pengertian kepada keluarga bahwa hidup itu adalah pengabdian.

Kepada siapa kita mengabdi? Kepada siapakah kita berjuang? Hanyalah kepada orang-orang miskin, disitulah kita terpanggil untuk melayani bukan untuk dilayani, Dengan demikian kita tidak akan menjadi berguna untuk diri kita sendiri tetapi berguna untuk orang lain. Kita hanyalah melakukan separuh dari sisa usia di hari tua. Biarkanlah segala kebaikan yang dilakukan, hanyalah Tuhan yang akan membalasnya. Begitulah prinsip KPMO Erlarang.

Melihat semangat dan ketekunan Ibu Uluhayanan dan Ibu Sangur, suami mereka akhirnya sadar dan  mendukung tugas yang diemban kepada mereka.

Yanad, Ubud ar dir hiluk mem
Salah satu motivasi yang membuat mereka bertahan hingga saat ini karena berkiblat pada filosofi leluhur Kei yang turun termurun yaitu Yanad, Ubud ar dir hiluk mem, artinya Anak-anak dan cucu adalah masa depan orang tua dan kampung halaman kedepan, mereka akan berdiri sebagai ujung tombak dan sebagai pemimpin.  Kunci membangun Desa ke depan adalah Anak-anak selaku generasi, sebab mereka akan melanjutkan kepemimpinan orang tua dalam mengabdi serta membangun Kampung halaman ke depan menjadi lebih baik, begitulah filosofi yang mereka pegang. (RL)

Keterangan :
Ohoi     : Desa
KPMO : Kader Pemberdayaan Masyarakat Ohoi (Desa)


 Penulis  : Christianus Ufie (Asisten Fasilitator Kecamatan. Kei Besar)
 Editor    : TimKreatif_GSCMaluku

Share:

Senin, 06 Februari 2017

Beginilah Kondisi Rumah Singgah Untuk Anak Sekolah Solea

Kondisi Rumah Singgah Negeri Administratif Solea 

Negeri Administratif Solea adalah salah satu desa adminsitratif di Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Jarak menuju Kota Kecamatan adalah
± 14 atau 15 Km. Disana tidak ada angkutan regular sehingga masyarakat biasa berjalan kaki. Sementara untuk mencakup sekolah harus butuh waktu yang cukup lama, dengan jarak  ±  12 sampai dengan 14 KM. Beberapa warga memiliki kendaraan pribadi namun bila musim hujan,  tidak dapat digunakan karena kondisi jalan yang belum di aspal, berlumpur dan tidak ada jembatan permanen, padahal mereka harus melewati empat sungai. Jika mengalami situasi sulit dalam perjalanan, biasanya warga langsung menitipkan kendaraanya  di Rumah Singgah.
Jarak yang ditempuh dari negeri induk ke Rumah Singgah adalah ± 6 Km, dan  jarak dari Rumah Singgah ke Sekolah (SMP) ± 6 Km, sementara  jarak dari Rumah Singgah ke SMA ± 8 Km.


Menyadari sulitnya akses antara negeri induk dengan pusat Kecamatan serta pusat layanan, salah satu warga setempat menyediahkan rumahnya sebagai tempat persinggahan, kemudian dijadikan sebagai  Rumah Singgah umum yang di fungsikan untuk menampung anak sekolah terutama siswa SMP dan SMA, tempat singgahnya masyarakat negeri apabila akan melakukan pemeriksaan ke Puskesmas atau jika ada keperluan ke luar desa.

Masyarak Negeri Administratif Solea Harus Menempuh Perjalan Jauh Dengan Berjalan Kaki

Pendiri Rumah Singgah

Yan Makualaina (39 tahun) adalah warga Negeri Administrasi Solea, dialah yang mendirikan rumah singgah  tersebut sejak tahun 2010 lalu, awalnya rumah itu adalah tempat tinggalnya bersama keluarga.
Namun karena Yan Makualaina pernah merasakan sulitnya menempuh perjalanan jauh menujuh sekolah dan juga pernah merasakan hidup menumpang di rumah orang untuk medekatkan akses ke sekolah.
Dari situlah dia berinisiatif membeli lahan kebun untuk bercocok tanam dan membangun sebuah rumah yang pada akhirnya dijadikan sebagai tempat singgah anak sekolah dari Negeri Solea.
Selain pernah miliki pengalaman pahit untuk bersekolah, motivasi lain untuk membangun rumah singgah itu adalah dia tidak ingin ada anak yang putus sekolah hanya karena sulitnya akses serta jarak tempuh yang sangat jauh dari tempat tinggal warga.

Bentuk rumah singgah ini adalah rumah panggung dengan ukuran 4 x 7 m. terdiri dari dua kamar tidur, satu untuk kamar tidur keluarga dan satu untuk kamar tidur anak/siswa perempuan, satu ruangan lagi digunakan untuk aktivitas umum.

Anak-anak Rumah Singgah

Anak-Anak Rumah Singgah

Awalnya jumlah siswa yang tinggal di rumah singgah sekitar 26 orang. Namun saat ini tinggal 13 anak saja, Karena ada yang sudah lulus sekolah. Jumlah itu akan bertambah lagi jika ada penerimaan siswa baru.

Anak-anak Rumah Singgah akan pulang ke rumah orang tuanya seminggu sekali atau pada saat liburan. Dan jika mereka kembali ke Rumah Singgah biasanya membawa bekal untuk kebutuhan makan sehari-hari dalam seminggu, kadang juga dibantu oleh Bapak Yan Makualaina.  
Aktivitas mereka diluar jam sekolah adalah membantu Bapak Yan Makualaina di kebun dan belajar di malam hari walaupun minim penerangan.

Kondisi Rumah Singgah yang terlihat seperti rumah kebun itu tidak layak untuk ditempati para siswa, selain tidak ada listrik, juga tidak tersedia kamar mandi, sehingga semua aktivitas MCK langsung ke sungai yang tidak jauh dari belakang Rumah Singgah. Akan tetapi anak-anak merasa nyaman dengan kondisi tersebut bila dibanding harus berjalan kaki dari negeri induk ke sekolah dengan jarak ±  12 km sampai dengan 14 km.

Sentuhan Program Pemerintah

 Program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC)
Salah satu program pemerintah yang aktif mengintervensi masyarakat di Kecamatan Seram Utara khususnya Negeri Administratif Solea adalah program Generasi Sehat dan cerdas (GSC), meskipun hanya memberikan bantuan perlengkapan sekolah kepada para siswa (SMP), namun setidaknya sudah mengurangi beban masyarakat miskin yang ekonominya lemah.

Kunjungan Asisten FK GSC ke Rumah Singgah
Dana Desa  
Selain GSC yang peduli terhadap pendidikan masyarakat Negeri Administratif Solea, saat ini lagi dibangun Rumah Singgah berukuran 8 x 14 meter dengan menggunakan Dana Desa, yang rencanaya dibentuk seperti asrama dengan 6 kamar dan ruangan belajar. Sayangnya anggaran Dana Desa tersebut untuk bangunan fisiknya saja, sementara mobiler tidak dianggarkan karena dananya tidak cukup. Untuk itu warga setempat sangat berharap ada perhatian dan bantuan dari pemerintah maupun donator lain.




Sumber : Tim Fasilitator GSC Seram Utara
Editing  : Dwi_Rus 
Share: